Minggu, 17 April 2011

Menulis Cerpen dengan Metode Copy The Master

MENULIS CERPEN DENGAN METODE COPY THE MASTER

Oleh: Dra. Eulis Anggia Budiarti, M. Pd.

1. Pendahuluan

Menulis adalah kemampuan mengungkapkan gagasan menjadi sebuah susunan karangan. Sebuah hasil tulisan berbanding lurus dengan logika dan kecerdasan penulis. Seorang yang memiliki alur berpikir yang runtun dan logis, maka akan tercermin dalam tulisannya.

Menurut Akhadiah (1986: 1.1) menulis merupakan suatu proses yang dilakukan oleh penulis untuk menyampaikan gagasannya melalui media tulisan. Menulis atau lazim juga disebut mengarang merupakan kegiatan yang sekaligus menuntut beberapa kemampuan. Karena ketika menulis, kita harus memiliki pengetahuan tentang apa yang akan ditulis juga pengetahuan bagaimana menuliskannya. Pengetahuan pertama menyangkut isi karangan sedang yang kedua menyangkut aspek-aspek kebahasaan dan teknik penuliskan. Baik isi karangan, aspek kebahasaan, maupun teknik penulisannya bertalian erat dengan proses berpikir.

Membiasakan menulis untuk kalangan remaja terutama mahasiswa menjadi sangat penting, karena selain sebagai upaya mengasah kemampuan intelektualnya. Lebih dari itu, karena bahan bakar menulis itu membaca, bagi remaja yang telah terbiasa menulis akan senantiasa merasa haus untuk membaca dan membaca lagi. Dengan banyak membaca dipastikan pengetahuan akan bertambah sehingga diharapkan para remaja akan lebih siap menghadapi tantangan zaman. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ismail (2003) kesulitan siswa menulis berbanding lurus dengan kebiasaan siswa yang sedikit membaca. Kegemaran membaca yang mulai dipupuk melalui buku sastra pada akhirnya mendorong siswa menghasilkan tulisan.

Menulis akan menjadi mudah dan menyenangkan jika sudah timbul motivasi dari diri sendiri. Pelajaran menulis tidak menjadikan mahasiswa menjadi penulis. Namun, ketrampilan yang dimiliki siswa diharapkan dapat bergunan dikemudian hari. Karena pada kenyataannya banyak orang yang hidup dengan menggantungkan diri pada hasil tulisan.

Cerpen bisa didefinisikan sebagai sebuah cerita yang formatnya sangat singkat, dan berisi penggalan cerita tertentu. Cerpen adalah karya fiksi. Maksudnya, cerita yang terkandung di dalamnya bukan kisah nyata.

Jadi jika anda menulis sebuah cerita yang merupakan pengalaman pribadi, maka itu bukanlah cerpen. Namun, ada juga sebuah cerpen berdasarkan kisah nyata. Dalam hal ini, kisah nyata tersebut hanya diperlakukan sebagai sumber ide. Setelah itu, ide tersebut diolah sedemikian rupa, sehingga ia menjadi cerita fiksi alias tidak nyata.

Cerpen tentu banyak jenisnya. Pembagiannya pun bermacam-macam. Berdasarkan segmen pembacanya, ada cerpen anak-anak, cerpen remaja, dan cerpen dewasa. Berdasarkan temanya, ada cerpen drama, cerpen misteri, cerpen humor, dan seterusnya. Tidak ada aturan bahwa cerpen itu harus ada dialognya atau tidak boleh ada dialog, dan seterusnya. Intinya sebenarnya adalah pada kesatuan cerita yang ditulis. Jika anda merasa bahwa cerpen tersebut lebih menarik tanpa dialog, atau lebih menarik jika isinya dialog semua. ya itu semuanya terserah Anda sebagai penulis. Setiap penulis punya kebebasan yang sangat luas dalam hal ini.

Menurut Tompkins dalam Ritawati (2005) ada lima tahap menulis, yaitu:

1) Tahap Pramenulis, yaitu fase persiapan menulis. Mencari, menemukan, dan mengingat kembali pengetahuan atau pengalaman yang diperoleh dan yang diperlukan penulis dalam mengembangkan tulisannya. Pada tahap ini, penulis menentukan topik tulisan, mempertimbangkan maksud atau tujuan penulisan, kemudian mengorganisasikan ide dan informasi yang diperoleh;

2) Tahap menulisan atau pengembangan kerangka karangan;

3) Tahap perbaikan atau perevisian;

4) Tahap pengeditan, fokusnya menyangkut (a) penggunaan huruf kapital, (b) pemenggalan kata, (c) pemakaian tanda baca berdasarkan kaidah EYD;

5) Tahap publikasi

2. Melatih Menulis Cerpen dengan Metode Copy The Master

Model copy the master salah satu cara berlatih menulis sastra kreatif termasuk cerpen yang menyenangkan. Metode ini sama dengan membuat imitasi tulisan ahli. Imitasi atau membuat tiruan merupan salah satu metode pengajaran retorika yang fundamental pada zaman Romawai Kuno dan Renaissance. Imitasi pada zaman itu yaitu menyalin murni pidato dari seorang penulis yang disediakan. Ketika menyalin, mereka diajari untuk menguraikan dan menemukan sarana-sarana dari berbicara dan menulis, yang membawa kepada bermacam jenis analisis retorika dari model-model mereka. Dari model itu bisa diambil dan dikembangkan sarana berbicara, strartegi-strategi argumentatif, dan pola susunan. Mahasiswa diinstruksikan untuk mencatat paragraf dari bacaan yang berharga, yang akan mereka kutip atau tiru dalam berbicara atau menulis mereka sendiri. Latihan membuat imitasi membantu siswa mengasimilasi dan mendapatkan kebaikan-kebaikan yang tepat dari model-model yang ditunjukkan.

Metode copy the master menuntut dilakukannya latihan-latihan sesuai dengan master yang diberikan. Latihan dengan metode ini tidak mesti tulisan dari seorang penulis terkenal, tetapi dapat juga diambil dari sebuah tulisan yang berasal dari penulis biasa, yang dianggap sebagai sebuah model, setelah dilakukan modifikasi seperlunya. Kemudian model ini dibaca terlebih dahulu, dilihat isi dan bentuknya, dianalisis serta dibuatkan kerangkanya, serta dilakukan hal-hal lain yang perlu, baru sesudah itu tiba waktunya untuk menulis. Tentu saja yang dituliskan itu tidak persis sama seperti modelnya: ini namanya menyalin bulat-bulat, menjiplak, atau bahkan membajak. Sebenarnya yang akan dikopi adalah kerangkanya, atau idenya, atau bahkan juga tekniknya. Mengubah cerita adalah cerita dari suatu master yang di copy menjadi lain atau berbeda. (Marahimin, 2005: 20-21).

Langkah-Langkah Latihan Copy The Master

1) Mari kita membaca dan menikmati sebuah karya sastra yang menarik. Karya sastra yang dibacaan diharapkan akan menumbuhkan kearifan mahasiswa kepada manusia dan kehidupan, mengasah sensitivitas estetik, memupuk empati pada duka derita orang-orang yang malang dan menyerap nilai-nilai luhur kemanusiaan (seperti keimanan, kejujuran, ketertiban, tanggung jawab, dsb.). Karena karya sastra yang bermutu akan memotivasi untuk menciptakan karya sastra serupa yang lebih baik.

Karya sastra yang akan dijadikan model diharapkan ditulis oleh penulis profesional, dan sebaiknya tulisan yang telah dipublikasikan, supaya kualitasnya terjamin. Dengan demikian, mahasiswa akan memiliki model tulisan yang akan menjadi parameter tulisan yang akan mereka buat.

Banyak para ahli berpendapat bahwa menulis sebaiknya dimulai dari yang dekat, kemudian pelan-pelan berangsur ke yang jauh. Dari yang konkret ke yang abstrak. Atau mulailah dengan yang paling menarik hati kita sendiri, yang paling kita kenal, yang paling kita kuasai materinya.

2) Usahakan situasi dapat membuat siswa asyik membaca.

3) Pelajari karya sastra yang sudah dibaca tadi dengan seksama, lalu diskusikan karya sastra itu bersama-sama.

4) Berdasarkan karya tersebut buat analisis dan kerangkanya berdasarkan unsur-unsur intrinsik (tema, amanat, alur, tokoh dan penokohan, tempat, bahasa, dan sudut pandang) dan ekstrinsik karya sastra (latar sosial budaya penulisnya).

5) Berdasrakan hasil analisis di atas, tentukanlah perubahan imitasi yang akan dibuat, misalnya:

(1) Struktur sama isi berbeda. Cerpen imitasi yang akan dibuat tidak persis sama dengan cerpen master. Struktur (alur cerita) cerpen yang sama tetapi isi cerpen berbeda.

(2) Struktur berubah isi sama. Isi cerpen sama, tetapi alur certita berubah. Misalnya dari alur mundur menjadi alur maju dan sebaliknya.

(3) Isi berbeda bentuk sama. Bentuk alur dan stuktur cerpen sama, namun isi cerita diubah. Misalnya dari berakhir bahagia menjadi berakhir sedih dan sebaliknya

(4) Isi sama bentuk berbeda. Mahasiswa mempelajari sebuah puisi secara berulang-ulang, kemudian menuliskannya dalam bentuk prosa (cerpen) dengan kalimat sendiri.

Latihan 1

1) Baca dan apresiasilah cerita di bawah ini:

TANGIS UNTUK ADIKKU” Cerpen terjemahan

Disunting Oleh Eulis Anggia Budiarti

Aku dilahirkan disebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil, miskin, kering dan gersang. Hari demi hari orang tuaku membajak tanah kering itu, Hitam legam punggungnya menghadap kelangit, namun hasil yang didapat tak seberapah.

Adikku yang 3 tahun lebih mudah dariku sangat luar biasa, Ia mencintaiku lebih dari aku mencintainya.

Sore itu, hatiku gundah. Aku iri melihat sarung tangan yang digunakan semua gadis di sekelilingku. Aku ingin memilikinya, Dengan mengendap-endap aku mencuri 5 sen dari laci ayahku. Namun, ayah segerah menyadarinya, dan membuat kami berdua berlutut didepan tembok, dengan sebuah tongkat bambu ditangannya.

“Siapa yang mencuri uang itu.?” Ayah bertanya, aku terpaku, tubuhku kaku terlalu takut untuk mengaku. Ayah kembali berkata dengan tegas.

“Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukuli”. Ayah siap mengangkat tongkat bambu tinggi-tinggi. Namun, tiba-tiba, adikku mencengkram tangannya dan berkata,

“Ayah..aku yang melakukannya…” Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marah sehingga ia terus-menerus mencambukinya sampai ayah kehabisan nafas. Kemudian, ayah duduk diranjang batu bata kami dan adikku dimarahi,

“Kamu sudah berani mencuri dari rumah. Sungguh memalukan apalagi yang akan kau lakukan dimasa mendatang..?”

Malam itu, aku dan ibuku memeluk adikku. Tubuh ringkihnya dipenuhi luka, tetapi ia tidak menitikan air mata setetes pun. Malam itu aku menangis maraung-raung penuh sesal. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata,

“Kak, jangan menangis lagi sekarang semua itu sudah terjadi”.

Aku masih membenciku karena kepengecutanku. Bertahun-tahun sudah lewat namun peristiwa itu masih terasa baru kemarin. Aku tidak akan lupa wajah adikku ketika melindungiku. Waktu itu adikku berusia 8 tahun dan aku 11 tahun.

Kini adikku masuk SMA dipusat kabupaten, pada saat yang sama, aku diterima di universitas provinsi. Malam itu ayah berjongkok di halaman, sambil menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Terdengar ayah berkata,

“Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik, hasil yang begitu baik.” Tampak Ibu mengusap air matanya sambil menghela nafas, dan berkata pelan.

“Apa gunanya? bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus” Tiba-tiba adikku ke luar dan berkata tegas,

“Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi”. Namun apa lacur, tiba-tiba ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku tepat pada wajahnya.

”Mengapa kau memiliki jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika saya harus mengemis di jalan, saya akan menyekolahkan kalian berdua sampai selesai” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun-dusun untuk meminjam uang.

Aku menjulurkan tangan selembut yang aku bisa kemuka adikku yang membengkak. Kubisikan kata-kata bujukan, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolah sampai selesai. Kalau tidak, ia tidak akan meninggalkan jurang kemiskinan ini.”

Kuputuskan, akulah yang tidak meneruskan ke universitas. Namun, siapa sangka keesokan harinya, saat subuh datang. Adikku meninggalkan rumah dengan sehelai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang telah mengering. Dia menyelinap ke kamarku dan menaruh secarik kertas di atas bantalku

“Kak, masuk universitas tidaklah mudah, saya akan pergi mencari kerja dan mengirimmu uang.” Aku memegang kertas di atas tempat tidurku, dan aku menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu usia adikku 17 tahun dan aku 20. Dengan uang pinjaman dari seluruh dusun dan uang yang dihasilkan adikku dari mengangkut semen pada punggungnya, aku akhirnya sampai ke tahun ke 3.

Ketika aku sedang belajar temanku masuk dan memberitahuku, ”Mic, ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar!”

Aku heran, ada apa seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup semen dan pasir. “Mengapa kau tidak bilang pada temanku kalau kamu adalah adikku?” Kataku marah.

Dia menjawab sambil tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku, apa yang meraka pikir jika meraka tahu kalau saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?”

Aku menyapu debu-debu adikku. “Aku tidak peduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kau adalah adikku bagaimana pun penampilanmu..!” Sekat suaraku.

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskannya, “Saya melihat semua gadis kota memakaiannya, jadi saya pikir kamu harus mamilikinya satu..” Titik air mataku, kupeluk dia dalam tangis yang mengharu biru. Tahun itu, ia berusia 20 tahun dan aku 23 tahun.

Pertama kali aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan terlihat bersih dimana-mana. Setelah pacarku pulang aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku.

“Bu, ibu tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk membersikan rumah kita.!”

Ibu menjawab sambil tersenyum, “Itu adikmu yang pulang lebih awal untuk membersikan rumah ini, Tidakkah kau melihat tangannya? Ia terluka saat mengganti kaca jendela itu.”

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku, melihat mukanya yang kurus, serasa seratus jarum menusukku. Aku mengoleskan sedikit salep pada lukanya, dan membalut lukanya. “Apa itu sakit?” Kataku.

“Tidak, tidak sakit, kamu tahu, ketika saya bekerja dilokasi, batu-batu berjatuhan pada kakiku disetiap waktu, bahkan itu tidak menghentikanku berkerja, dan….” Di tengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikan tubuhku memunggunginya, dan air mata deras turun kewajahku.

Tahun itu adikku berumur 23 dan aku 26. Ketika aku menikah aku tinggal di kota, tiap kali suami dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, mereka selalu menolak. Adikku tidak setuju juga,

“Kak, jagalah mertuamu, biar aku yang menjaga ibu dan ayah di sini.”

Kami menginginkan adikku bekerja sebagai manajer pada departemen pemeliharaan di perusahan suamiku. Tetapi adikku menolak, ia bersikeras memulai pekerjaan sebagai pakerja reparasi. Suatu hari, adikku terkenan sengatan listrik, ketika memperbaiki sebuah kabel.

“Mengapa kamu menolak menjadi menejer? Manajer tidak pernah malakukan hal yang berbahaya yang seperti ini. Lihat kamu sekarang, lukamu begitu serius. Mengapa kamu tidak mendengarkan kami? Kataku cemas, ketika menengoknya di rumah sakit.

Ia membela keputusannya. “Pikirkanlah, kakak ipar baru saja menjadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan, jika saya menjadi manajer, berita apa yang akan tersebar?”

Mataku merah, “Kamu tidak sekolah karena aku!” jawabku terbata-bata.

“Mengapa membicarkan masa lalu?” adikku menggegam tanganku. Tahun itu ia berusia 26 tahun dan aku 29 tahun.

Adikku kemudian berusia 30 tahun ketika menikahi seorang gadis dari dusun itu. Dalam acara pernikahanya, pembawa acara itu bertanya kepadanya, “Siapa orang yang kamu hormati dan kasihi?” bahkan tanpa berfikir ia menjawab.

“Kakak ku”. Ia kembali menceritakan sebuah kisah yang bahkan tidak dapat ku ingat.

“Ketika saya SD, sekolah kami berada pada dusun yang berbeda. setiap hari kakakku dan saya berjalan selama 2 jam untuk pergi dan pulang ke rumah. Suatu hari saya kehilangan satu dari sarung tanganku, kakakku memberikannya satu dari kepunyaannya, ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangan kakakku gemetar karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup saya akan menjaga kakakku dan berbuat baik kepadanya.”

Tepuk tangan membanjiri ruang itu, semua tamu memalingkan pandangannya kepadaku. Kata-kata yang begitu susah keluar dari bibirku,

“Dalam hidupku orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku”

Dalam kesempatan yang bahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mataku kembali titik untuk adikku……

Buatlah imitasi dari cerpen di atas dengan mengubah alur cerita dan sudut pandang pengisahan dari kata “aku” menjadi “dia” , artinya bahwa yang berperan dalam cerpen di atas bukan lagi aku si penulis, tetapi dia (isi dan kalimat bisa diubah seperlunya, dan perhatikan setiap pengubahan pronominal pesona dari “aku” menjadi “dia”)!

Latihan 2

Masih ingatkah dengan cerita Putri Salju?

Buatlah imitasi cerita Putri Salju dalam bentuk cerpen, dengan mengcopy idenya saja, tetapi kisah dalam cerpen adalah cerita masa kini. Diakhir cerita buatlah perubahan, bahwa putri salju tidak bisa menikah dengan panggeran, (nama tokoh sesuai dengan nama yang lazim digunakan di daerah Anda, sedangkan setting terjadi di kampus IPB).

3. Penutup

Menulis cerpen jadilah sangat mudah bila kita berlatih dengan metode copy the master seperti di atas. Perlu diperhatikan dalam penulisan cerpen yang menarik apabila di dalamnya mengandung amanat yang luhur, terdapat nilai-niali kemanusiaan, dan bagi bangsa yang berbhineka maka penonjolan kearifan lokal sangat membatu kelestarian budaya bangsa.

Pada pencantuman tahun kejadian, nama jalan dan nama tokoh diharapkan sesuai dengan kenyataan, tidak terjadi kekeliruan nama jalan dengan lokasi cerpen. Atau nama tokoh terkenal dengan nama tempat. Tahun tertentu dengan kejadian tertentu. Oleh karena itu, pengetahuan penulis akan unsur-unsur ekstrinsik sebuah karya sastra sangat diperlukan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi ketidak sesuaian fakta sejarah. Cerpen walaupun fiksi namun tetap harus terlihat natural. Pengetahuan penulis yang luas sangat menentukan kualitas cerpen yang dihasilkan. Semua itu diperoleh dengan banyak membaca dan membaca.

Senarai Pustaka

Akhadiah, Sabarti. 1986. Modul Menulis 1. Jakarta: Departemen pendidikan dan kebudayaan Universitas Terbuka.

Aminuddin. 1995. Stilistika Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra. Semarang: IKIP Semarang Press.

Arief, Ermawati. 2006. Retorika Lisan Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBSS UNP Tahun Akademik 2005. (Tesis) Tidak diterbitkan. Padang: PPS UNP.

Gie, The Liang. 2002. Terampil Mengarang. Yogyakarta: Andi.

Ismail, Taufik. 2003. Agar Anak Bangsa Tak Rabun Membaca tak Pincang Mengarang. (Pidato Penganugerahan Gelar Kehormatan Doctor Honoris Causa di Bidang Pendidikan Sastra). Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Marahimin, Ismain. 2005. Menulis Secara Populer. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.

Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta. Gama Media.